Agustus 19, 2013

Sejarah Wisata Banyu Biru


Tidak asyik jika hanya mengetahui tempat wisata tanpa tahu akan sejarahnya. Pada artikel kali ini akan membahas tentang sejarah tempat wisata Banyu Biru yang berada di Kabupaten Pasuruan. Berikut sejarah dari Banyu Biru :

Para pedagang yang datang dari semenanjung Arab banyak menimbulkan perubahan dan peradaban baru di tanah air kita khususnya kerajaan Majapahit pada waktu itu. Agama islam yang di bawanya serta cepat sekali meresap dalam hati rakyat terutama rakyat kecil yang pada mulanya selalu hidup dalam lingkungan kasta dan perbedaan sosial lainnya. Pelan tapi pasti kerajaan Majapahit yang dulu di bangun dengan menelan korban harta dan jiwa mulai memudar cahayanya. Selain disebabkan oleh pengaruh agama islam terdapat pula faktor lain yang mempercepat keruntuhan yaitu terpecah belahnya persatuan diantara pemimpin oleh seorang perwira Majapahit yang telah memeluk agama Islam yaitu Raden Patah lambat laun menampakkan kewibaannya. 
Majapahit hancur berantakan, sebagian besar rakyatnya ikut memeluk agama nenek moyangnya. Mereka banyak yang melarikan diri kedaerah lain. Tempat
lainnya yang menjadi daerah pelariannya yaitu disebelah selatan Kabupaten Pasuruan, sekarang orang mengenalnya dengan daerah Tengger. Diantara sekian banyak pelarian dari Majapahit itu terdapat dua orang bekas prajurit Majapahit yang terdampar disebuah hutan yang sekarang lebih terkenal dengan nama desa Sumberejo, kecamatan Winongan kabupaten Pasuruan.


Dua orang tersebut masing-masing bernama KEBUT dan TOMBRO. Hutan itu mereka babat untuk dijadikan daerah pemukiman baru. Oleh kerena pada saat itu banyak sekali tumbuhan pohon pinang maka daerah baru itu lebih terkenal dengan nama Jambaan ( Jambe = pinang, jawa ). Sampai sekarang nama jambaan masih ada dan menjadi salah satu pendukuhan desa Sumberejo. Dua orang bekas prajurit itu hidup dengan tenang dan untuk makannya sehari-hari mereka mengelola tanah. Selain hidup bertani Kebut juga membuka bengkel pandai besi. Sejak dulu dia memang terkenal sebagai empu yang mahir dalam membuat keris dan senjata tajam lainnya, barang peninggalannya yang berupa paron masih dapat disaksikan dan terletak disebelah makamnya yang terdapat dalam komplek pemandian Banyu Biru. Sedangkan tombro yang hanya bertani saja tapi namanya lebih menonjol daripada kebut. 
Pada suatu hari kerbau peliharaan Tombro dilepas dari kandangnya. Sebagaimana kebiasaan setiap hari. Kedua ekor kerbau itu mencari makan sendiri tanpa ditemani oleh tuannya maupun gembala yang seharusnya mengawasinya. Begitulah kebiasaannya kalau kebetulan binatang-binatang itu tidak dipekerjakan disawah. Sore harinya pulang ke kandang yang berdiri di belakang rumah pemiliknya. Tetapi pada hari itu ketika Tombro hendak menutup pintu kandang ternyata tidak melihat batang hidung kerbau-kerbaunya. Bergegaslah dia berangkat mencari ke hutan yang berada disekitar desanya. Tidak begitu sulit mencarinya sebab dia melacak berdasarkan telapak kaki kerbaunya. 
Ternyata kedua ekor kerbau itu sedang asyik berkubang disebuah kolam kecil yang tidak pernah diketahuinya Tombro berteriak-teriak agar hewan-hewan peliharaannya itu bangkit dan pulang ke kandang .Rupanya kerbau itu tidak bergerak sedikitpun dari tempatnya Tombro mendekat dan Tombro agak terkejut sebab kerbau-kerbau itu ternyata telah terperangkap dalam lumpur. Segera dipetiknya empat lembar daun keladi yang banyak tumbuh di sekitarnya. Keempat daun itu dia hamparkan didepan kedua ekor kerbau itu.


Sekali lagi Tombro membentaknya tampak kedua ekor kerbau itu bergerak dan ujung kakinya menggapai daun keladi lalu tiba-tiba bangkit dan keluar dari kubangan. Hewan-hewan itu lari terbirit-birit pulang ke kandangnya. Sepeninggal hewan-hewan peliharaannya Tombro berdiri sejenak dipinggir kolam kecil itu. Di pandangnya kolam itu dan kini dia tidak lagi menyaksikan lumpur yang keruh tapi sebuah kolam yang penuh dengan air yang jernih sehingga dasarnya yang berpasir itu kelihatan nyata. Bahkan disela-sela ranting yang berada didasar kolam tampak dua ekor ikan sengkaring sedang asyik berenang kian kemari. Menurut cerita dari masyarakat kedua ekor ikan itu lambat laun berkembang biak hingga sekarang. Pengunjung pemandian yang kebetulan datang dapat menyaksikan ikan-ikan itu, jumlahnya telah berlipat ganda dan berenang kian kemari seolah-olah berlomba dengan para pengunjung pemandian yang sedang mandi. Dari jernihnya air dasar pasir bebatuan sehingga airnya kelihatan biru. Dengan ditemukannya kolam ajaib itu maka penduduk jambaan banyak yang datang menyaksikannya. Sejak itu para penduduk memeliharanya dengan baik. Dan kolam tersebut dinamakan Banyu Biru. 
Kabar tentang ditemukannya kolam aneh itu sempat didengar oleh Bupati Pasuruan yang bernama Raden Adipati Nitiningrat. Bersama-sama seorang pembesar belanda yang bernama P.W Hopla ( sesuai dengan prasasti yang tertulis dengan huruf jawa ) kedua orang itu ikut pula menyaksikannya. Kolam itu kemudian  dibangun oleh pemerintah Belanda dengan nama Telaga Wilis. Telaga ini dibangun terus oleh orang-orang belanda dijadikan pemandian umum. Untuk memperindah pemandian ini dibuat taman-taman bunga dan dilegkapi dengan berjenis-jenis patung yang diambil dari Singosari Malang.
Selain memelihara kerbau, Tombro juga memelihara kera. Setelah wafat pak Tombro dimakamkan didekat pemandian dan kera-kera itu berkembang biak hingga beratus-ratus ekor. Pada waktu pendudukan Jepang, kera-kera itu habis ditembaki dan sisanya menyingkir ke hutan di dekat desa Umbulan yang terkenal dengan sumber air minumnya. Sedangkan cerita pak Kebut tidak banyak dibicarakan orang karena dia hanya menekuni pekerjaannya sebagai pembuat alat pertanian. Dia dimakamkan berjajar dengan makam istrinya yang bernama mbok Kipah. Dipinggir kolam renang lama disebelah utara tiap hari Jum’at orang-orang Tosari banyak berziarah ke makam tersebut. Menurut cerita penduduk setempat setiap ada orang yang berusaha memindahkan paron yang berada didekat makamnya maka keesokan harinya paron itu akan kembali ketempat asalnya. Kira-kira pada tahun 1980 patung-patung yang banyak bersejarah ditaman pemandian itu dikumpulkan disatu tempat dan dilindungi oleh seksi Kebudayaan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Pasuruan. Tempat itu berada didalam kompleks pemandian yang sekarang lebih terkenal dengan nama Banyu Biru.

Tags

.
.